Kepribadian Guru

Berdasarkan undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen diamanatkan bahwa seorang guru harus mempunyai empat kompetensi, salah satunya adalah kompetensi kepribadian, kompetensi ini berhubungan dengan sikap dan karakter seseorang, sikap dan karakter bagaimanakah yang diharapkan agar seorang guru dapat menjalani profesi nya sebagai guru, tentu saja guru yang menjadi panutan dan teladan, yang menempatkan dirinya sebagai motivator yang dapat memotivasi anak didiknya dalam kegiatan pembelajan, senantiasa dihormati dan dihargai oleh anak didik dan rekan guru mitra kerjanya di dalam maupun diluar lingkungan sekolah.

Menurut wikipedia kepribadian adalah keseluruhan cara seorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan individu lain. Kepribadian paling sering dideskripsikan dalam istilah sifat yang bisa diukur yang ditunjukkan oleh seseorang, sehingga ada kepribadian positif yang dapat memberikan aura positif pula terhadap anak didik dalam kegiatan pembelajaran serta membentuk mental dan karakter  yang sesuai dengan apa yang diharapkan tapi juga ada kepribadian negatif yang membawa pengaruh jelek bahkan bisa meracuni kepribadian dan cara berfikir bagi anak didik.

Indikator kompetensi kepribadian meliputi kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan bagi peserta didik. Kepribadian tersebut akan muncul ketika guru dihadapkan pada kondisi tertentu dalam kegiatan pembelajaran berlangsung, karena yang dihadapi adalah beberapa individu yang punya latar belakang lingkungan sosial, kepribadian, watak, kebiasaan dan karakter peserta didik yang sudah melekat dalam diri mereka masing-masing yang sudah ditempa dalam lingkungan keluarga peserta didik, oleh karena itu guru yang baik harus punya kepribadian yang mantap sehingga dapat memberikan layanan dan bimbingan semaksimal mungkin, sesuai pendapat Profesor Doktor Zakiah Daradjat (1982): kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia menjadi pendidik dan Pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi hari depan anak didiknya.

Reaksi guru ketika menghadapi peserta didik dengan multi masalah  akan berbeda antara guru yang satu dengan guru yang lain, ada yang reaktif, ada super reaktif, ada yang proaktif, bahkan ada yang cuek dan tidak mau tahu terhadap kondisi yang terjadi sebagai contoh kasus seorang anak didik terlambat masuk kelas, ada guru membiarkan hal tersebut tanpa respon dan membiarkan anak masuk kelas dan mengikuti pelajaran, guru yang lain memberi teguran dan menasehati agar kejadian yang sama tidak terulang, bahkan ada guru memberikan sanksi yang tegas terhadap kesalahan yang telah dilakukannya seperti tidak dibenarkan mengikuti pelajaran pada saat itu, bahkan ada yang lebih ekstrim lagi dengan memberikan sanksi fisik seperti pus up, lari keliling lapangan, memungut sampah, membersihkan wc, ditambah dengan skosing untuk beberapa kali pertemuan.

Pada kasus yang lain ketika anak didik tidak mengerjakan tugas dengan alasan yang beragam, tentu guru memberikan respon terhadap masalah itu seperti memarahi anak dengan lembut sampai keras, diberi sanksi dengan menyuruh anak didik mengerjakan tugas di kelas sambil duduk lesehan di lantai, ada juga yang memberikan tugas dua kali lipat dari tugas semula dan sebagainya, bermacam cara sudah dilakukan guru pada anak didik, dengan harapan sanksi yang diberikan akan berpengaruh positif terhadap anak didik, serta anak didik menyadari atas segala kesalahan yang telah diperbuatnya dan tidak mengulang kembali kesalahan tersebut.

Itulah beberapa reaksi yang muncul dari guru ketika menghadapi persoalan di kelas, apakah reaksi tersebut memberikan efek positif membawa perubahan terhadap anak didik kearah yang lebih baik, atau malah reaksi guru tersebut akan menimbulkan efek negatif, dan menjadi preseden buruk bagi perkembangan psikis peserta didik, sehingga menurunkan motivasi, bahkan menghancurkan masa depan peserta didik.